Bisnis  

Pengusaha Ritel Tolak Zonasi Larangan Penjualan Rokok Untuk RPP Kesejaganan

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menolak larangan penjualan rokok Untuk RPP Kesejaganan. FOTO/dok.SINDOnews

JAKARTA – Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Bersama tegas menolak pasal tembakau Untuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesejaganan, yang merupakan aturan pelaksana Bersama Undang-Undang (Undang-Undang) tentang Kesejaganan No. 17 Tahun 2023, Sebab Berpotensi Bagi mengancam keberlangsungan usaha ritel.

Sebagai salah satu Barang Dagangan yang diperjualbelikan Di ritel, produk tembakau menyumbang angka pendapatan usaha yang besar Agar aturan ini dipastikan Berencana merugikan usaha. Di tahun 2023, estimasi total nilai penjualan produk tembakau nasional Di ritel modern mencapai angka Rp40 triliun.

Baca Juga: Lagi Tumbuh, Industri SKT Sebaiknya Tak Dibebani Cukai Tinggi

Jika aturan ini disahkan, maka diperkirakan lebih Bersama setengah jumlah pendapatan tersebut Berencana lenyap. Hal ini Sebab terdapat ratusan ribu ritel modern yang Berencana terdampak Bersama aturan tembakau Di RPP Kesejaganan, khususnya Bersama Ide larangan penjualan rokok Bersama zonasi 200 meter Bersama tempat Belajar dan tempat bermain anak.

Ketua Dewan Penasihat HIPPINDO, Tutum Rahanta, menyayangkan adanya polemik aturan tembakau Di RPP Kesejaganan yang Pada ini masih Bersama Sebab Itu perdebatan. Padahal, Bagi Tutum, aturan produk tembakau yang Pada ini berlaku dinilai sudah baik Bersama sisi peraturan dan implementasinya. Pelaku usaha juga sudah menaati aturan penjualan produk tembakau sesuai ketentuannya.

“Aturan yang berlaku Pada ini Bagi tata cara penjualan rokok itu sudah komprehensif. Bersama memperketat aturan tembakau Di RPP Kesejaganan, seperti aturan zonasi 200 meter Bersama pusat Belajar dan tempat bermain anak, ini Berencana menjadi sangat bias dan menimbulkan ketidakpastian Di lapangan,” tegas Tutum kepada wartawan.

Di Di Itu, Tutum juga melihat aturan penjualan produk tembakau yang tercantum Di RPP Kesejaganan Berencana mengusik keberlangsungan usaha dan aturan yang Sebelumnya sudah berlaku. “(Penjualan) kalau diganggu pasti Berencana berdampak Di timbulnya kesempatan lain. Saya kira nanti (Berencana) timbul (penjualan produk tembakau) Di pasar gelap dan membludak, Agar pemerintah nanti Berencana sulit Bagi mengontrol peredarannya,” ungkapnya.

Kejadian Luar Biasa ini menegaskan bahwa aturan zonasi 200 meter Bagi penjualan produk tembakau belum tentu dapat dikontrol dampaknya Di lapangan dan Berencana menimbulkan ketidakpastian usaha. Bersama karenanya, Tutum menegaskan bahwa jangan sampai ada aturan Terbaru Bagi produk tembakau yang menganggu penjualan peritel.

“Pada Produk yang dijual (adalah produk) legal, maka sebaiknya diatur saja, tapi jangan sampai ganggu proses penjualannya Di lapangan. Sekali lagi, implementasi (Bersama aturan tembakau Di RPP Kesejaganan) itu Berencana Berpotensi Bagi menimbulkan perdebatan dan ketidakpastian,” terangnya Di Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Tutum menjelaskan Bersama sisi peritel, alasan penolakan pasal karet ini juga didorong Bersama rasa kekhawatiran jika terjadi penindakan petugas yang Berpotensi Bagi merazia penjualan produk tembakau nantinya. Hal ini juga Berpotensi Bagi menganggu kehidupan peritel, Sambil Itu produk tembakau merupakan Barang Dagangan yang menyumbang penerimaan Bagi Bangsa Bersama angka yang signifikan.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Pengusaha Ritel Tolak Zonasi Larangan Penjualan Rokok Untuk RPP Kesejaganan