Penolakan PP Nomor 28 Tahun 2024 dan RPMK Akibat Minimnya Partisipasi Publik

RPMK tentang pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik Ditengah dibahas Kementerian Kesejaganan sebagai aturan turunan PP Kesejaganan. Foto: Dok SINDOnews

JAKARTA – Ide Peraturan Pembantu Kepala Negara Kesejaganan (RPMK) tentang pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik Ditengah dibahas Kementerian Kesejaganan sebagai aturan turunan PP Kesejaganan. Banyak pihak berharap agar proses perumusan aturan ini melibatkan para pelaku industri yang Mengungkapkan tidak dilibatkan Untuk proses Sebelumnya.

Pengamat Aturan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, banyaknya penolakan Di PP Nomor 28 Tahun 2024 dan RPMK terjadi akibat minimnya partisipasi publik dan kementerian lain Untuk proses penyusunan aturan tersebut. Hal ini Menunjukkan proses penyusunannya tidak dilakukan Bersama benar.

“Aturan ini dinilai dapat menurunkan omset para pedagang kecil hingga peritel dan koperasi secara signifikan serta dapat memutus mata pencaharian pedagang,” ujarnya, Senin (16/9/2024).

Dia menekankan penyusunan aturan yang menyentuh sektor-sektor Hingga luar Kesejaganan seperti industri dan perdagangan seharusnya melibatkan kementerian Yang Berhubungan Bersama Sebagai memastikan kepentingan yang lebih luas juga dipertimbangkan.

“Jika Yang Berhubungan Bersama Kesejaganan seperti urusan Bersama Praktisi Medis dan lain sebagainya itu silakan saja. Akan Tetapi, Sebagai urusan Hingga luar Kesejaganan seperti persoalan industri maupun perdagangan harus melibatkan kementerian Yang Berhubungan Bersama,” kata Trubus.

Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menolak aturan standardisasi kemasan berupa kemasan polos (plain packaging) Untuk Rancangan Peraturan Pembantu Kepala Negara Kesejaganan (RPMK) yang merupakan turunan Bersama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Aturan ini menyeragamkan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik serta melarang pencantuman logo atau desain kemasan produk. Akan Tetapi, para pelaku industri memperingatkan bahwa Aturan ini bisa Memberi dampak yang tidak diharapkan, salah satunya peningkatan peredaran rokok ilegal.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menilai Aturan ini Memiliki dampak signifikan yang perlu diperhatikan Bersama serius. Dia khawatir penerapan kemasan polos Berencana memicu maraknya peredaran rokok ilegal Sebab identitas produk Berencana sulit dikenali, Agar konsumen beralih Hingga produk ilegal yang Memiliki harga jauh lebih terjangkau.

“Kemasan polos ini tentu Berencana mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau, Akan Tetapi yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak Bersama persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” ujar Henry.

Ketua Umum Aliansi Komunitas Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budiman juga menyuarakan desain kemasan polos. Pasal ini tidak masuk akal dan tidak seharusnya ada Hingga Untuk aturan.

Menurut dia, Aturan ini justru Berencana membuka Potensi Bagi peredaran rokok ilegal yang lebih sulit dikendalikan. “Adanya kemasan polos sama saja membiarkan konsumen Karena Itu buta, yang akhirnya malah Berencana menguntungkan produk ilegal. Makanya kami petani AMTI, petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja ini menolak aturan kemasan polos,” kata Budiman.

(jon)

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Penolakan PP Nomor 28 Tahun 2024 dan RPMK Akibat Minimnya Partisipasi Publik